Artikel Bahasa Melayu
Mengungkap Kemisteriusan Hambali (1)

HOME

Teka-Teki Tragedi 911
Mengungkap Kemisteriusan Hambali (1)
Mengungkap Kemisteriusan Hambali (2)
Menakar Legitimasi Daftar Teroris (1)
Menakar Legitimasi Daftar Teroris (2)
Rekonstruksi Peradaban untuk Melawan Terorisme
Geopolitik Islam vis-à-vis Barat
Terorisme Dalam Perspektif Barat dan Islam
Fundamenlatisme Dan Kekerasan Agama
Terorisme Dalam Perspektif Barat dan Islam
Terorisme Dalam Perspektif Barat dan Islam
Mahathir dan Terorisme Ekonomi
Terorisme, Militan, dan Zionisme
Paradigma Terorisme

 

Jumat, 26 Maret 2004


Mengungkap Kemisteriusan Hambali

Bagian Pertama dari Dua Tulisan


Oleh : Hilmy Bakar Almascaty



Mahkamah Agung (MA) telah menjatuhkan vonisnya kepada Ustad Abubakar Ba'asyir dengan 1,5 tahun penjara atas 2 kesalahan: pemalsuan dokumen dan keluar-masuk
Indonesia tanpa izin. Jika tidak ada aral melintang, insya Allah pada 30 April ini beliau akan menghirup udara bebas, keluar dari rumah tahanan Salemba yang telah beliau tempati 1,4 tahun lebih. Putusan MA ini dianggap tidak lebih dari upaya pemerintah untuk cuci tangan atas kesalahan mereka menangkap dan memenjarakan Ba'asyir.



Sementara Amerika dan
Australia dengan penuh arogansinya menolak dan kecewa terhadap keputusan lembaga hukum tertinggi di negara ini. Melalui Menteri Keamanan Dalam Negerinya, Tom Ridge, AS menyatakan kekecewaan mendalam pemerintahnya atas vonis ringan yang dijatuhkan MA kepada Ba'asyir. Bahkan dia menuduh ketidakmampuan sistem peradilan Indonesia dalam memberantas terorisme. Sementara pemerintah Australia melalui Menteri Luar Negerinya, Alexander Downer menyatakan kekesalannya atas vonis tersebut dan tetap berkeyakinan bahwa Ba'asyir adalah pemimpin spiritual Jamaah Islamiyah.



Kekecewaan pemerintah Amerika terhadap sistem peradilan di
Indonesia rupanya tidak main-main. Deplu dan Polri telah menerima 125 berkas bukti baru yang dikirim otoritas AS mengenai keterlibatan Ba'asyir dalam berbagai aksi terorisme. Kebanyakan bukti baru yang disodorkan itu dari cuplikan transkrip pemeriksaan terhadap Hambali oleh aparat intelijen Amerika. Konon kabarnya berkas tersebut tengah diselidiki dan didalami oleh pihak terkait, dan jika ada bukti baru keterlibatan Ba'asyir akan diproses hukum lagi sebagaimana dinyatakan Kapolri pada media massa, Kamis, 18 Maret lalu.



Jika aparat pemerintah kita mempercayai begitu saja apa yang dikatakan pemerintah Amerika, maka kesalahan demi kesalahan pemerintah terhadap warganya akan terulang kembali. Terdahulu Ba'asyir ditangkap karena adanya pengakuan berbuat makar oleh Umar al-Farouk ataupun Faiz Abu Bakar Bafana. Tapi kenyataannya, semua tuduhan itu tidak terbukti di pengadilan setelah proses pembuktiaan yang panjang. Pada saat yang sama, Ba'asyir yang lemah dan tua renta dengan segala komplikasi penyakitnya harus mendekam di penjara.



Itulah sebabnya, sebagai seorang muslim yang kenal dengan Ba'asyir maupun Hambali, penulis merasa terpanggil untuk menyampaikan beberapa fakta yang dapat dijadikan pertimbangan para penegak hukum. Penulis perlu mengungkapkan sosok misterius Hambali yang kini berada dalam tahanan pemerintah Amerika. Sementara sampai sekarang pemerintah
Indonesia tidak diberikan akses sama sekali untuk melihat dan memeriksa warga negaranya. Hal ini pasti menimbulkan kecurigaan. Akankah kasus Umar al-Farouk akan terulang kembali?

 


Ustad Ba'asyir dan bom Bali


Setelah terjadi peristiwa bom
Bali yang melibatkan beberapa "murid" Ba'asyir seperti Mukhlas, Ali Ghufron, Amrozi, Imam Samudra, tiba-tiba citra beliau sebagai seorang kiai sepuh berubah menjadi sosok teroris yang sangat menyeramkan. Apalagi "murid" beliau yang di Malaysia dan Singapura seperti Ja'far Mistoki, Agung Biyadi, Faiz Bafana ikut bernyanyi menuduh Ba'asyir sebagai amir gerakan teroris internasional Jamaah Islamiyah yang mendalangi rencana pembunuhan Megawati, serangkaian pengeboman, dan pendirian negara Islam. Sementara aparat pemerintah, terutama Menhan Matori dan Kapolri Da'i Bachtiar dan bawahannya I Made Mangku Pastika dengan penuh keyakinan dan sangat berani menuduh Ba'asyir sebagai amir JI. Ironisnya beberapa media massa telah menjatuhkan vonis kepada beliau sebelum diadili.



Namun ketika MA menjatuhkan vonis ringan dan menolak semua tuduhan jaksa, ke mana mereka yang selalu menuduh dan memojokkan Ba'asyir? Media massa yang dulu berapi-api menuduh beliau, sama sekali tidak tertarik meluruskan fakta yang telah disebarkannya kepada umat.


Kenapa hal ini bisa terjadi? Adakah operasi intelijen di balik semua peristiwa yang terjadi? Dan siapakah dalangnya? Di sinilah pentingnya mencari benang merah hubungan antara Ba'asyir dan para pelaku bom Bali dengan Hambali yang dituduh sebagai direktur operasional al-Qaidah Asia Tenggara.

 

 

Hambali dan aktivitasnya


Sebuah majalah internasional dan koran nasional terbesar tahun lalu dengan meyakinkan telah mencitrakan Hambali sebagai seorang yang cerdas, licin, memiliki sumber dana tak terbatas, memiliki jaringan internasional, tokoh teras al-Qaidah dari Asia yang sangat membahayakan dan tentunya pemimpin teras Jamaah Islamiyah (JI) yang dihubung-hubungkan dengan kelompok gerakan Islam dan Ba'asyir. Artikel tersebut secara terang-terangan telah mendiskreditkan ajaran Islam, gerakan Islam, dan beberapa tokoh Islam sebagai pemicu bangkitnya gerakan fundamentalisme Islam yang dituduh telah melahirkan para teroris seperti Amrozi, Mukhlas, Imam Samudra, Ashmar, dan sederetan nama lainnya.

Penulis menggelengkan kepala dan menarik napas dalam-dalam. Kemudian teringat di saat-saat pertama bertemu, berkenalan, dan berteman dengan Hambali di awal tahun 1990-an di Malaysia. Di sebuah
kota kecil, Banting, Selangor, ketika mengunjungi sahabat lama sekampung yang telah lama mukim di Malaysia. Dia mengenalkan saya dengan seorang pria tambun dengan jenggot lebat, yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima. Dengan ciri khas senyum dan suaranya yang dalam, dia memperkenalkan namanya: Hambali.



Sejak perkenalan itu Hambali sering mengunjungi apartemen saya di Petaling Jaya, pinggiran
Kuala Lumpur. Kami sering bertukar pikiran, dan sesekali dia meminta bantuan untuk kepentingan bisnis kaki limanya. Jenis dagangannya berganti-ganti, sebentar menjual kebab, jamu, madu, ataupun barang-barang produk Indonesia. Kadang kala Hambali berprofesi sebagai kontraktor kecil-kecilan, bahkan dia sempat menjadi makelar untuk menjualkan mobil bekas penulis.



Hambali hanyalah tamatan madrasah aliyah di Kampung asalnya, Cianjur, Jawa Barat. Di kalangan seprofesinya dia dikenal dengan panggilan Encep. Tidak pernah mengecap pendidikan tinggi, tidak fasih berbahasa Inggris dan Arab. Sosoknya tidak ada bedanya dengan para perantau dari
Indonesia yang mencari peruntungan di negeri jiran sebagaimana layaknya para TKI dan TKW. Bukan seorang aktivis ataupun cendekiawan, ataupun orator yang memiliki banyak pengikut. Konon dia pernah pergi berjihad ke Afghanistan, dan mengorganisasi bantuan kemanusiaan untuk para mujahidin di Ambon dan Maluku. Penulis tidak begitu jelas, bagaimana dia tiba-tiba menjadi "murid" dan bisa tinggal berdekatan dengan Ba'asyir di Banting. Seorang teman menceritakan bagaimana Hambali berusaha mencari jalan agar selalu dekat dengan Ba'asyir.

 


Hambali dan Tgk Fauzi Hasbi


Tetangga dan teman-temannya sering melihat Hambali berhubungan dengan Tgk Fauzi Hasbi (Abu Jihad) yang dibunuh secara misterius di Maluku. Menurut beberapa saksi yang tinggal berdekatan dengannya, Tgk Fauzi sering menginap di rumah Hambali dan memiliki hubungan yang sangat dekat. Hal ini diakui Tgk Fauzi pada sebuah acara di stasiun TV nasional. Sosok Tgk Fauzi mungkin dapat menyingkap siapa sebenarnya Hambali dan hubungannya dengan para pelaku bom
Bali.



Tentang profil Tgk Fauzi Hasbi, Ketua Tanfiziyah Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) Irfan S Awwas dalam tulisannya di Jawa Pos edisi Jumat 27 Desember 2002 berjudul "ICG dan Kesaksian Sidney Jones", menulis: "Laporan itu hanya menggambarkan bahwa Tgk Fauzi Hasbi masih menjalin komunikasi dengan Sjafrie hingga kini. Juga digambarkan Hasbi punya kedekatan dengan AM Hendropriyono (kepala BIN) ... bahkan dengan banyak petinggi militer aktif dan purnawirawan seperti Wiranto. Karena itulah, GAM pimpinan Tgk Fauzi Hasbi oleh kalangan Islam pergerakan disebut GAM made in militer untuk membedakannya dengan GAM lainnya."



Seorang saksi yang pernah menjadi sekretaris pribadi Tgk Fauzi Hasbi, mengaku pernah bersama bosnya mengantar Hambali ke sebuah lokasi di sekitar Kalibata pada 1998. Menurut saksi tadi pada saat itu juga Tgk Fauzi Hasbi mengajak dan memperkenalkan Hambali kepada salah seorang menteri di kabinet BJ Habibie. Pada tahun 1998 itu juga Hambali pernah menemui penulis yang sudah tinggal di
Jakarta dan mengajak kemungkinan untuk bekerja sama mengembangkan berbagai prospek bisnis yang sedang dikembangkannya. Pada tahun-tahun itu memang Hambali sering pulang-pergi Malaysia-Indonesia.



Kedekatan Hambali dengan Tgk Fauzi Hasbi terus berlanjut dengan mengadakan program bersama. Pada pertengahan tahun 2000 Tgk Fauzi Hasbi dan Hambali menjadi promotor sebuah pertemuan yang mereka namakan dengan Rabitatul Mujahidin Internasional yang diadakan di sekitar Kuala Lumpur, Malaysia, yang menghadirkan berbagai tokoh utama pergerakan Islam (Jamaah Islamiyah), termasuk dari Indonesia.



Sudah dapat dipastikan, kesenioran Tgk Fauzi Hasbi dalam perjuangan, apalagi dia adalah anak tokoh Darul Islam Aceh, Tgk Hasbi, tangan kanan Tgk Daud Beureueh, akan memposisikan Hambali sebagai yunior yang mengikuti perintahnya. Bahkan dalam sebuah wawancara di stasiun TV nasional, Tgk Fauzi menggambarkan Hambali seperti seorang pesuruhnya yang dapat diperintah dengan mudah, seperti membeli rokok dan lainnya. Dan kepoloson Hambali mendukung untuk hal seperti itu. Maka jika Tgk Fauzi menawarkan sebuah "proyek" kepada Hambali, pasti dia akan mudah menerima dan melaksanakannya, karena bagi Hambali, orang seperti Tgk Fauzi adalah senior yang patut diikuti dan dilaksanakan perintahnya sebagaimana doktrin gerakan Islam radikal.



Sementara Ba'asyir sendiri mengenal Hambali tidak lebih sebagai seorang pendengar ceramahnya yang sekali-sekali ikut pengajiannya di sebuah masjid kecil yang dihadiri masyarakat sekelilingnya yang berprofesi sebagai pedagang dan kontraktor kecil-kecilan. Ketika penulis menanyakan aktivitas Hambali, Ba'asyir menjawab tidak tahu pasti, namun yang jelas dia bukan guru agama. Karena bertetangga, kadangkala Ba'asyir meminta bantuan Hambali untuk beberapa urusan rumah tangganya. Ketika mengunjungi Ba'asyir, penulis pernah sempat ketemu dan diajak singgah di rumah Hambali yang sangat sederhana, sebuah kamar dengan ruang tamu berukuran 3x4, tanpa kursi tamu ataupun tv. Dia memperkenalkan istrinya seorang muallaf keturunan Cina dari
Sabah. Hambali sendiri tidak memiliki mobil seperti beberapa tetangganya yang digunakan untuk berdagang. (bersambung)



Ketua DPP Front Pembela Islam (FPI)

 

http://republika.co.id/ASP/kolom.asp?kat_id=16